1. LATAR BELAKANG
Penggunaan merek merupakan masalah utama dalam strategi produk. Sebagaimana dikatakan Russel Hanlin, CEO Sunkist Growers: “Jeruk adalah jeruk...adalah jeruk. Kecuali kalau...jeruk tersebut kebetulan menjadi Sunkist, suatu nama yang dikenal dan dipercayai 80% konsumen. Begitupun sebuah notebook ataupun laptop, jika sudah dibalut oleh merek maka aware konsumen terhadap produk tersebut menjadi beda, baik dari persepsi kualitas produk, harga, promosi digunakan oleh perusahaan yang mesung merek tersebut, maupun brand itu sendiri.
Merek-merek terkenal meminta harga yang sangat tinggi (tergantung kualitas dan spesifikasi yang ditawarkan). Perusahaan-perusahaan Jepang seperti Sony telah membangun pasar besar yang setia terhadap merek. Pada saat yang sama, pengembangan produk bermerek menuntut investasi jangka panjang yang sangat besar, khususnya untuk iklan, promosi, dan pengemasan.
Perusahaan-perusahaan perlu meriset dimana mereknya berada dalam benak planggan. Menurut Kevin Keller, “Yang membedakan merek dari semua komoditas tanpa merek adalah persepsi dan perasaan pelanggan tentang atribut produk tersebut dan bagaimana kinerja produk tersebut. Akhirnya, merek tetap tinggal dalam benak konsumen.” Ada tiga pendekatan riset yang umumnya digunakan untuk mendapatkan makna merek (Philip Kotler: 2005) :
1. Asosiasi kata: orang-orang dapat ditanyakan kata apa yang muncul dalam pikirannya ketika mereka mendengar nama merek tersebut. Dalam kasus Compaq, barangkali mereka akan menyebutkan PC (Personal Computer), laptop, notebook, kualitas yang bagus dll.
2. personifikasi merek: orang-orang dapat diminta menggambarkan orang atau binatang seperti apa yang mereka pikirkan ketika merek itu disebutkan. Contohnya, mereka mungkin akan mengatakan bahwa merek Levi’s membuat mereka berpikir tentang pria gagah yang menunggang kuda dengan topinya yang keren. Kepribadian merek merek tersebut memberikan gambaran tentang sifat-sifat yang lebih manusiawi tentang merek tersebut.
3. perjenjangan keatas untul menemukan esensi merk: Esensi Merek terkait dengan tujuan yang lebih dalam dan lebih abstrak yang dicoba untuk dipuaskan melalui merek tersebut. Tanyakanlah mengapa seseorang ingin membeli Thosiba (Notebook Thosiba). “Thosiba tampak kokoh” (atribut). Mengapa penting Thosiba itu harus kokoh?” “Hal itu menyiratkan bahwa Thosiba itu handal (manfaat fungsional). “mengapa kehandalan dianggap penting?” “karena saya dapat dengan mudah dan cepat menyelesaikan seluruh pekerjaan saya” (manfaat emosional). “Mengapa anda harus bekerja dengan cepat?” “Saya dapat membantu perusahaan dalam mencapai target yang telah ditetapkan (esensi merek).
Para pemasar harus memutuskan pada tingkat mana identitas merek tersebut ditempatkan. Scott Davis mengemukakan visualisasi piramida merek dalam membangun citra suatu merek. Pada tingkat terendah terdapat atribut-atribut merek, pada tingkat berikutnya terdapat manfaat merek, dan pada puncaknya terdapat keyakinan dan nilai merek tersebut. Dengan demikian, pemasar laptop atau notebook dapat berbicara tentang atributnya tentang adanya camera; atau manfaatnya untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas kantor dengan lebih mudah dan cepat; atau nilainya, menjadi lebih menarik. Atribut ini adalah tingkat yang paling tidak diinginkan. Pertama, pembeli lebih tertarik dengan manfaat. Kedua pesaing dapat dengan mudah meniru atribut. Ketiga, atribut saat ini mungkin akan kurang diinginkan. Suatu merek dapat diposisikan lebih baik dengan mengasosiasikan namanya dengan satu manfaat yang diinginkan. Pada saat yang sama, upaya mempromosikan merek hanya berdasarkan satu manfaat dapat berisiko.
Merek yang paling kuat menyajikan lebih daripada sekedar daya tarik rasional; merek tersebut mengandung kekuatan emosional. Marc Gobe, penulis Emotional Branding, berpendapat bahwa merek-merek yang berhasil harus melibatkan pelanggan pada tingkat yang lebih dalam, dengan menyentuh emosi universal (lebih mengandalkan penciptaan kejutan, hasrat, dan kegairahan disekeliling merek).
Penelitian ini akan difokuskan pada masalah beberapa merek notebook dengan pendekatan marketing mix (Produk, Price, Promotion, Place) dan Brand itu sendiri. Dengan ditelitinya persepsi konsumen (end user) terhadap merek masing-masing notebook, maka selanjutnya dapat dengan mudah dilihat mana notebook yang mempunyai brand awareness yang tinggi dan yang banyak diminati oleh konsumen baik dari segi produk, price, promotion and brand.
2. PERUMUSAN MASALAH
Masalah persepsi konsumen terhadap beberapa merek notebook dapat dirumuskan sebagai berikut: dengan memasukan berupa taktik pemasaran dan nilai pemasaran.
3. BATASAN MASALAH
Pada penelitisian persepsi konsumen terhadap beberapa merek notebook dibatasi pada beberapa variabel pemasaran saja, berupa taktik pemasaran dan nilai pemasaran, yaitu:
• Produc, Price, and Promotion (taktik pemasaran) yang dikenal dengan istilah 4P, tetapi kami tidak memasukan unsur place karena keterbatasan yang ada.
• Brand awareness dan Brand association (nilai)
4. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan melakukan evaluasi terhadap posisi merek notebook yang banyak digunakan dan diminati oleh kalangan mahasiswa dan masyarakat umum yang membutuhkannya baik dari segi kualitas, harga, dan fitur-fitur yang melengkapi sebuah notebook. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti karena fenomena makin maraknya pemilikan dan penggunaan notebook dikalangan mahasiswa. Notebook bukan lagi barang mewah yang susah untuk dimiliki mahasiswa. Tingginya permintaan pasar yang diiringi dengan semakin terjangkaunya harga, membentuk segmen pasar tersendiri yang cukup menarik bagi para pabrikan, baik lokal maupun pabrikan internasional yang telah memiliki nama
5. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai benchmark atas keberhasilan perusahaan yang dalam memasarkan produknya (notebook) yang mengusung berbagai merek yang banyak diminati dan berkembang dipasaran. Dari hasil informasi yang didapat, seyogyanya perusahaan terkait akan mempertahankan, memperbaharui atau mendesign ulang strategi pemasarannya baik dari segi produk beserta atributnya, price, promosi dan pendistribusian produknya agar lebih bisa kompetitif dan bahkan memenangkan peta persaingan yang ada dipasar.
Penelitian ini juga diharapkan bisa sebagai ajang pemahaman lebih mendalam bagi kami selaku mahasiswa dalam menerapkan teori-teori pemasaran dalam kehidupan bisnis secara nyata.
6. LANDASAN TEORI
Perilaku membeli timbul karena didahului oleh adanya minat membeli, minat untuk membeli muncul salah satunya disebabkan oleh persepsi yang didapatkan bahwa produk tersebut memiliki kualitas yang baik, dalam hal ini produk notebook , menimbulkan suatu perilaku membeli produk notebook tersebut.
Pengertian Persepsi
Para konsumen tidak asal saja mengambil keputusan pembelian. Pembelian maerka sangat terpengaruh oleh sifat-sifat budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Faktor-faktor psikologis di sini diantaranya adalah motivasi, belajar, persepsi, kepercayaan dan sikap (Kotler, 1999) persepsi merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengambilan keputusan pembelian. Persepsi merupakan suatu realitas yang ada pada diri seseorang (Simamora, 2001).
Rakhmat (1988) berpendapat bahwa persepsi merupakan pengalaman terhadap obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpan, informasi dan menafsirkan pesan. Selanjutnya dikatakan oleh Walgito (1997) bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh pengindraan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptor, yang diteruskan ke pusat susunan syaraf yaitu otak dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang dilihat, didengar dan sebagainya. Hal itu dikuatkan oleh pendapat Davidoff (Walgito, 1994) yang mengataikan bahwa yang disebut persepsi yaitu suatu stimulus yang diindera oleh individu lalu diorganisasikan, kemudian diinterprestasikan, sehingga individu menyadari, mengerti apa yang diindera itu.
Menurut Sanmustari (Ratnawati, 1992) persepsi diartikan sebagai suatu proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Kesan yang diterima sangat tergantung dari pengalaman-pengalaman yang diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta faktor-faktor luar maupun dalam yang ada pada diri individu. Persepsi merupakan faktor yang menentukan terbentuknya sikap terhadap sesuatu maupun perilaku tertentu.
Wexley dan Yuki (1992) juga menambahkan bahwa yang dimaksud dengan persepsi adalah sebagian unit suatu rangsangankesadaran yang ada pada suatu peristiwa, dimana bagian ini diinterpretasikan sesuai dengan harapan, nilai-nilai serta keyakinan individu. David (Yamit, 2000) mengemukakan bahwa kualitas merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses penginderaan, penafsiran, pengorganisasian dan penginterprestasikan terhadap suatu obyek, kejadian, informasi atau pengalaman yang mungkin dialami atau diterima individu yang kemudian diolah dan menimbulkan suatu reaksi.
Pengertian Merek
American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau skelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing (kotler: 2005).
Merk adalah suatu simbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian (kotler: 2005), yaitu:
1. Atribut: Merek mengingatkan atribut-atribut tertentu.
2. Manfaat: Atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsioduonal dan emosional
3. Nilai: Merek tertentu juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya
4. Budaya: Merek tersebut juga melambangkan budaya tertentu
5. Kepribadian: merek tersebut juga melambangkan kepribadian tertentu.
6. Pemakai: Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut
Pengertian produk dan kualitas produk
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan (kotler: 2005)
Ahyari (1990) mengatakan bahwa kualitas produk merupakan jumlah dari atribut atau sifat-sifat sebagaimana didiskripsikan di dalam produk dan jasa yang bersangkutan. Dengan demikian termasuk dalam kualitas ini adalah daya tahan, kenyamanan pemakaian serta daya guna.
Kotler (Simamora, 2002) mengatakan bahwa kualitas merupakan totalitas fitur dan karakteristik yang yang mampu memuaskan kebutuhan, yang dinyatakan maupun tidak dinyatakan, kualitas mencakup pula daya tahan produk, kehandalan, ketepatan, kemudahan operasi dan perbaikan, serta atribut-atribut nilai lainnya. Beberapa atribut itu dapat diukur secara obyektif. Dari sudut pandangan pemasaran, kualitas harus diukur sehubungan dengan persepsi kualitas para pembeli.
Assauri (1998) mengatakan bahwa kualitas produk merupakan faktor-faktor yang terdapat dalam suatu barang atau hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang atau hasil itu dimaksudkan.
Kata kualitas mempunyai arti bagi masing-masing individu, terutama pada tingkatan pasar. Assauri (1998) mengatakan bahwa kualitas produk merupakan faktor-faktor yang terdapat dalam suatu barang atau hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang atau hasil itu dimaksudkan atau dibutuhkan. Yang dimaksud faktor-faktor adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh barang tersebut, seperti wujudnya, komposisinya dan kekuatan. Kualitas produk yang ditetapkan oleh perusahaan adalah suatu keadaan produk yang terbaik, berguna untuk memuaskan konsumen, karena konsumen lebih mengetahui apakah produk tersebut dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas produk adalah bagaimana produk itu memiliki nilai yang dapat memuaskan konsumen baik secara fisik maupun secara psikologis yang menunjuk pada atribut atau sifat-sifat yang terdapat dalam suatu barang atau hasil.
Pengertian persepsi terhadap kualitas produk
Pada hakekatnya, setiap orang selalu melakukan persepsi terhadap hal-hal di sekitarnya. Hal-hal telah dipelajari sebeluknya atau pengalaman-pengalaman masa lalunya bersama dengan hal-hal dari luar individu yang baru saja dipelajari, ditambah dengan hal-hal lain, seperti sikap, harapan-harapan, fantasi, ingatan dan nilai-nilai yang dimiliki individu akan mempengaruhi persepsinya terhadap suatu obyek persepsi.
Simamora (2002) mengatakan bahwa yang terpenting dari kualitas produk adalah kualitas obyektif dan kualitas menurut persepsi konsumen (persepsi kualitas) yang terpenting adalah persepsi di mata konsumen.
Persepsi konsumen terhadap sesuatu hal ini kualitas suatu produk berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh konsumen, karena persepsi kualitas merupakan persepsi dari konsumen maka persepsi kualitas tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi konsumen akan melibatkan apa yang penting bagi konsumen sehingga akan membawa minat membeli yang berbeda pula. Melalui kemampuan mempersepsi obyek stimulus, seseorang memperoleh input berupa pengetahuan tentang kualitas suatu produk. Sehingga konsumen yang dihadapkan pada suatu produk akan merasa yakin dan tertarik terhadap kualitas dari suatu produk dan dapat pula digunakan dalam pengambilan keputusan (Wetley dan Yuki, 1992).
Persepsi terhadap kualitas produk didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Durlanto, Sugiarto & Sitinjak, 2001). Karena persepsi terhadap kualitas merupakan persepsi dari pelanggan, maka tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting agar pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap kualitas produk adalah suatu proses yang terjadi dalam diri individu dalam memilih, menafsirkan, mengorganisasikan, menginterprestasikan, dan memberikan penilaian terhadap kualitas suatu produk apakah produk tersebut memuaskan atau tidak yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kualitas produk
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi individu terhadap suatu obyek. Faktor-faktor itu menyangkut faktor yang ada dalam diri individu dan faktor yang berhubungan dengan lingkungan individu. Faktor-faktor teknis dan timbul dalam diri individu yang mempengaruhi proses persepsi diantaranya faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan (Mar’at, 1981). Kriteria-kriteria tersebut juga mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kualitas produk yang akan mereka beli. Konsumen dapat mempunyai kesan-kesan tentang diri mereka sendiri maupun produk yang akan mereka beli, sehingga konsumen dapat mempersepsi produk yang akan dibeli dan melakukan keputusan pembelian.
Seseorang yang mendapat rangsangan siap untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Bagaimana orang tersebut melakukannya dipengaruhi oleh persepsi terhadap situasi. Dua orang yang mendapat rangsangan yang sama dalam situasi yang sama mungkin bertindak lain, karena mereka memandang situasi dengan cara yang berbeda.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan individu adalah usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas sosial dan lokasi dimana konsumen berada juga mempengaruhi persepsi konsumen (Walters dan Paul dalam Orbandini, 1996). Faktor-faktor ini menyebabkan seseorang individu memiliki pengalaman yang berbeda dengan individu lainnya, sehingga berpengaruh pula pada caranya mempersepsi stimulus yang diterima. Faktor-faktor lain yang juga ikut mempengaruhi persepsi terhadap kualitas produk adalah harga dan merk.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kualitas produk adalah harga, merk, pengalaman, suasana hati, usia, pendidikan dan pengetahuannya, pekerjaan, kelas sosial dan lokasi dimana konsumen itu berada.
Aspek untuk mengukur persepsi terhadap kualitas produk
Persepsi terhadap kualitas produk merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk yang berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh konsumen. Karena persepsi kualitas tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi konsumen akan melibatkan apa yang penting bagi konsumen, karena setiap konsumen memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk (Durianto, dkk, 2001).
Sehubungan dengan penelitian ini aspek-aspek untuk mengukur persepsi terhadap kualitas produk berdasarkan teori dari Rakhmat (1988) yang terdiri dari pengetahuan dan pengalaman. Sedangkan obyek yang dipersepsi adalah kualitas produk yang pengukurannya didasarkan pada dimensi kualitas produk dengan mengacu pada pendapat Garvin (Durianto dkk, 2001) yang mengatakan bahwa terdapat tujuh dimensi karakteristik yang digunakan oleh para konsumen dalam mempersepsi kualitas produk. Ketujuh dimensi karakteristik kualitas produktsb adalah :
1. Kinerja : melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, misalnya karakteristik operasional notebook adalah kecepatan, kapasitas penyimpanan, daya tahan batre.
2. Pelayanan : mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut. Misalnya notbook merek tertentu menyediakan bengkel pelayanan kerusakan atau service bergaransi
3. Ketahanan : mencerminkan umur ekonomis dari produk tsbn, atau beberapa lama produk dapat digunakan.
4. Keandalan : konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.
5. Karakteristik produk : bagian-bagian tambahan dari produk. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggarannya yang dinamis sesuai perkembangan, yaitu menyangkut corak, rasa, penampilan, bau dan daya tarik produk.
6. Kesesuaian dengan spesifikasi : merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji.
7. Hasil : mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan hasil akhir produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting.
Martinich (Yamit, 2001) mengemukakan bahwa ada enam dimensi karakteristik yang digunakan oleh para konsumen dalam mempersepsi kualitas suatu produk. Keenam dimensi karakteristik kualitas produk tersebut adalah :
1. Performance : karakteristik operasi dasar dari suatu produk.
2. Range and type of features : kemampuan atau keistimewaan yang dimiliki produk.
3. Reliability and durability : kehandalan produk dalam penggunaan secara normal dan berapa lama produk dapat digunakan
4. Maintainability and serviceability : kemudahan untuk pengoperasian produk dan kemudahan pemakaian.
5. Sensory characteristics : penampilan, corak, rasa, daya tarik, bau, selera dan beberapa faktor lainnya yang mungkin terjadi aspek penting dalam kualitas.
6. Ethical profile and image : kualitas adalah bagian terbesar dari kesan pelanggan terhadap produk.
Dari aspek-aspek yang telah diterangkan di atas maka dipilih salah satu aspek yang dipakai, yaitu aspek persepsi terhadap kualitas produk oleh David A. Garvin (Durianto, dkk : 2001) yaitu dimensi persepsi terhadap kualitas produk terdiri dari kinerja, ketahanan, keandalan, karakteristik produk, kesesuaian dengan spesifikasi dan hasil yang didapatkan oleh konsumen.
Hubungan antara Persepsi terhadap Kualitas Produk dengan Minat Membeli
Individu dalam membeli produk selalu menginginkan untuk mendapatkan produk yang baik dan berkualitas. Selama ini persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk masih diwarnai keragu-raguan. Ini disebabkan karena konsumen hanya mendapat sedikit informasi yang obyektif dari produsen atau pemasar. Seseorang yang telah melihat dan mendengar kualitas suatu produk tentu telah mempunyai sikap dan keyakinan terhadap produk. Hal ini tentunya akan mempengaruhi perilaku yang dimilikinya berkaitan dengan stimuli yang diterimanya. Dengan kata lain terdapat rangsangan pada diri individu yang mendorongnya berperilaku sesuai dengan obyek stimuli yang diterimanya.
Persepsi terhadap kualitas suatu produk didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Durianto, dkk, 2001). Karena persepsi terhadap kualitas merupakan persepsi dari pelanggan, maka tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.
Sesuai dengan pendapat Kotler (1999) yang mengatakan bahwa para konsumen tidak asal saja mengambil keputusan pembelian. Pembelian konsumen sangat terpengaruh oleh sifat-sifat budaya, sosial, pribadi dan psikologi. Faktor-faktor psikologi dari sini diantaranya adalah motivasi, belajar, persepsi, kepercayaan dan sikap. Persepsi merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengambilan keputusan.
Minat merupakan sesuatu hal yang penting, karena minat merupakan suatu kondisi yang mendahului sebelum individu mempertimbangkan atau membuat keputusan untuk membeli suatu barang, sehingga minat membeli merupakan sesuatu hal yang harus diperhatikan oleh para produsen atau penjual. Susanto (1997) mengatakan bahwa individu yang mempunyai minat membeli, menunjukkan adanya perhatian dan rasa senang terhadap barang tersebut. Adanya minat individu ini menimbulkan keinginan, sehingga timbul perasaan yang menyakinkan dirinya bahra barang tersebut mempunyai manfaat bagi dirinya dan apa yang menjadi minat indibidu ini dapat diikuti oleh suatu keputusan yang akhirnya menimbulkan realisasi berupa perilaku membeli. Seperti diketahui, persepsi terhadap kualitas produk pada tiap-tiap orang berbeda, sehingga akan membawa minat membeli yang berbeda pula. Persepsi seseorang tentang kualitas suatu produk akan berpengaruh terhadap minat membeli yang terdapat pada individu. Persepsi yang positif tentang kualitas produk akan merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli yang diikuti oleh perilaku pembelian. Konsumen cenderung menilai kualitas suatu produk berdasar faktor-faktor yang mereka asosiasikan dengan produk tersebut. Faktor tersebut dapat bersifat intrinsik yaitu karakteristik produk seperti ukuran, warna, rasa atau aroma dan faktor ekstrinsik seperti harga, citra toko, citra merk dan pesan promosi. Apabila atribut-atribut yang terdapat dalam suatu produk itu sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen, maka ini akan menimbulkan minat membeli (Schiffman and Kanuk dalam Cahyono, 1990).
Produsen sebagai pembuat suatu produk, pastilah memiliki harapan agar produk yang dihasilkannya dapat laku dipasaran. Tetapi bagaimanakah sikap dari konsumen sendiri terhadap barang tersebut, apakah mereka akan memandang barang tersebut sebagai barang yang bagus, menarik, tahan lama ataukah barang tersebut jelek, tidak menarik, mudah rusak dan sebagainya yang diharapkan dari apa yang telah didengar atau dilihat oleh masyarakat itu dapat menimbulkan minat mereka untuk mengetahui lebih lanjut tentang kualitas barang tersebut secara langsung. Sehingga, berangkat dari minat tersebut mereka dapat sekedar mencoba apa yang ditawarkan, yang nantinya menimbulkan keinginan dari diri konsumen untuk ingin memiliki, terutama bila minat membeli menempatkan persepsi terhadap kualitas suatu produk sebagai faktor yang penting dalam membuat keputusan.
7. Hipotesis
Berdasarkan semua uraian yang telah penulis kemukakan, maka hipotesis yang ingin penulis ajukan adalah : “Ada hubungan positif antara persepsi terhadap kualitas produk, harga, promosi dengan minat membeli merek notebook tertentu”. Artinya semakin baik/tinggi persepsi seseorang terhadap suatu produk maka akan semakin tinggi pula minat membeli seorang konsumen, sebaliknya semakin buruk/rendah persepsi seseorang terhadap suatu produk maka akan semakin rendah pula minat membeli yang dimilikinya.
8. METODE PENELITIAN
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari langkah-langkah berikut:
• Melakukan studi kepustakaan terhadap berbagai referensi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Topik-topik yang akan dikaji antara lain meliputi: persepsi konsumen terhadap merek yang meliputi produk, harga, promosi, Brand awareness, dan Brand association, serta perilaku konsumen dalam melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Sebagai tambahan adalah purchase intention populasi sample akan produk (notebook) dimasa akan datang.
• Penelitian ini menggunakan metode survey dengan studi pendahuluan menggunakan teknik diskusi fokus grup (FGD). Selanjutnya hasil FGD diuji dengan survey lapangan dalam bentuk pembagian koesioner terhadap 100 responden. Hasil survey lapangan, digunakan sebagai data input dalam membangun peta persepsi.
• Pengambilan sampel dilakukan melalui purposive sampling. Tingkat validitas dan reliabilitas data diketahui dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas dengan bantuan program SPPS.
8. DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, A. 1990. Management Produksi. Yogyakarta : BPFE
Assauri, S. 1998. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Jakarta : LPFEUI
Azwar, S. 2002. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyarkarta : Pustaka Pelajar.
Clindiff, E.W. Still, R.R. Govoni, N.R.P. 1988. Dasar-Dasar Marketing Modern (Terjemahan M.Manulang). Yogyarkarta : Liberty Offset.
Durianto, D. Sugiarto dan Sitinjak, T. 2001. Strategi Menaklukkan Pasar Riset Ekuistis dan Perilaku Merk. Jakarta : Gramedia.
Engel, James F. Blacwell, Roger D. Miniard, Paul W. 1995. Perilaku Konsumen. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Irawan, H. 2002. IQ prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta : PT. Gramedia.
Kotler, P. 1999. Marketing Jilid I (Terjemahan Herujat; Purwoko). Jakarta : Erlangga
Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran (Terjemahan Molan; Jakarta). Jakarta : Indeks
Mar’at. 1981. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta : Ghalia.
Nitisemito, A. 1993. Marketing. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Poerwodarminto. 1991. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Pamangsah. 2008. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI terhadap KUALITAS PRODUK dengan MINAT MEMBELI. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Manajemen UGM
Wardhana, Arief Rachman. 2008. Pemasaran - Citra Produk. Theses. Yogyakarta. Fakultas Manajemen UGM
Suryabrata, S. 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali.
Swastha, B. Irawan, H. 2000. Manajement Pemasaran Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta : Liberty.
by Andy Lala